Rabu, 31 Agustus 2016

Metode "Berdoa" yang Maqbul Menurut Surat Al-Fatihah & Kesedihan Rasul Akhir Zaman dan Doa Masih Mau'ud a.s.




Bismillaahirrahmaanirrahiim

 HAKIKAT DOA

Bab 35 - TAMMAT

METODE BERDOA YANG MAQBUL  MENURUT  SURAH AL-FATIHAH &  KESEDIHAN RASUL AKHIR ZAMAN DAN   DOA MASIH MAUUD A.S.

 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam   Bab 34 telah dijelaskan   mengenai    doa “Hamba-hamba” Tuhan Yang Maha Pemurah dalam hubungannya dengan makna ayat   لِتَعَارَفُوۡا    --  “supaya kamu dapat saling mengenal”    dalam firman Allah Swt.:
یٰۤاَیُّہَا النَّاسُ  اِنَّا خَلَقۡنٰکُمۡ  مِّنۡ ذَکَرٍ وَّ اُنۡثٰی وَ جَعَلۡنٰکُمۡ شُعُوۡبًا وَّ قَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوۡا ؕ اِنَّ  اَکۡرَمَکُمۡ  عِنۡدَ اللّٰہِ  اَتۡقٰکُمۡ ؕ اِنَّ اللّٰہَ عَلِیۡمٌ خَبِیۡرٌ ﴿﴾
Hai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan,  dan Kami telah menjadikan kamu bangsa-bangsa dan bersuku-suku     لِتَعَارَفُوۡا    -- supaya kamu dapat saling mengenal. اِنَّ  اَکۡرَمَکُمۡ  عِنۡدَ اللّٰہِ  اَتۡقٰکُمۡ   --   Sesungguhnya  yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah yang paling bertakwa di antara kamu.  اِنَّ اللّٰہَ عَلِیۡمٌ خَبِیۡرٌ -- Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui, Maha Waspada. (Al-Hujurāt [49]:14).
       Hikmah dari  diciptakan-Nya perbedaan bangsa-bangsa, bahasa dan warna kulit dan sebagainya adalah agar manusia satu sama lain mengambil manfaat dari  keutamaan satu sama lainnya, yang berdasar keutamaan  itu pulalah Allah Swt. mengutus   (membangkitkan) para rasul Allah secara bergiliran d kalangan  Bani Adam (umat  manusa), firman-Nya:
وَ لِکُلِّ اُمَّۃٍ  اَجَلٌ ۚ فَاِذَا  جَآءَ  اَجَلُہُمۡ  لَا یَسۡتَاۡخِرُوۡنَ سَاعَۃً  وَّ لَا یَسۡتَقۡدِمُوۡنَ ﴿﴾  یٰبَنِیۡۤ  اٰدَمَ  اِمَّا یَاۡتِیَنَّکُمۡ رُسُلٌ مِّنۡکُمۡ یَقُصُّوۡنَ عَلَیۡکُمۡ اٰیٰتِیۡ ۙ فَمَنِ اتَّقٰی وَ اَصۡلَحَ فَلَا خَوۡفٌ عَلَیۡہِمۡ وَ لَا ہُمۡ یَحۡزَنُوۡنَ ﴿﴾  وَ الَّذِیۡنَ کَذَّبُوۡا بِاٰیٰتِنَا وَ اسۡتَکۡبَرُوۡا عَنۡہَاۤ  اُولٰٓئِکَ اَصۡحٰبُ النَّارِ ۚ ہُمۡ فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ ﴿﴾    
Dan bagi  tiap-tiap umat ada batas waktu, maka apabila telah datang batas waktunya, mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak pula dapat memajukannyaیٰبَنِیۡۤ  اٰدَمَ  اِمَّا یَاۡتِیَنَّکُمۡ رُسُلٌ مِّنۡکُمۡ یَقُصُّوۡنَ عَلَیۡکُمۡ اٰیٰتِیۡ  --   Wahai Bani Adam, jika datang kepada kamu  rasul-rasul dari antara kamu yang menceritakan  Ayat-ayat-Ku kepadamu,  فَمَنِ اتَّقٰی وَ اَصۡلَحَ فَلَا خَوۡفٌ عَلَیۡہِمۡ وَ لَا ہُمۡ یَحۡزَنُوۡنَ -- maka barangsiapa bertakwa dan memperbaiki diri, tidak akan ada ketakutan menimpa mereka dan tidak pula mereka akan bersedih hati. وَ الَّذِیۡنَ کَذَّبُوۡا بِاٰیٰتِنَا وَ اسۡتَکۡبَرُوۡا عَنۡہَاۤ  اُولٰٓئِکَ اَصۡحٰبُ النَّارِ ۚ ہُمۡ فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ  --   Dan  orang-orang yang mendustakan Ayat-ayat Kami dan dengan takabur berpaling  darinya, mereka itu penghuni Api, mereka kekal di dalamnya.  (Al-A’rāf [7]:35-37).

Tidak Ada Bangsa “Pilihan” Allah Swt. yang Abadi & Kesedihan Rasul Akhir Zaman

    Itulah sebabnya menurut Allah Swt. dan Nabi Besar Muhammad saw.  – berdasarkan firman-Nya tersebut  --  tidak ada satu bangsa pun di dunia ini yang menjadi satu-satunya bangsa  pilihan Allah Swt, sebagaimana pengakuan kaum Yahudi dan Nashrani  sebagai “putra-putra Allah” dan para “kekasih-Nya”  (QS.5:19).
   Sehubungan dengan firman-Nya dalam surah Al-Hujurat ayat 14 tersebut, pada peristiwa HaJj terakhir di Mekkah, tidak lama sebelum Nabi Besar Muhammad saw. wafat, beliau saw. berkhutbah di hadapan sejumlah besar orang-orang Muslim dengan mengatakan,
Wahai sekalian manusia! Tuhan-mu itu Esa dan  bapakmu satu jua. Seorang orang Arab tidak mempunyai kelebihan atas orang-orang non Arab. Seorang kulit putih sekali-kali tidak mempunyai kelebihan atas orang-orang berkulit merah, begitu pula sebaliknya, seorang kulit merah tidak mempunyai kelebihan apa pun di atas orang berkulit putih melainkan kelebihannya ialah sampai sejauh mana ia melaksanakan kewajibannya terhadap Allah dan manusia. اِنَّ  اَکۡرَمَکُمۡ  عِنۡدَ اللّٰہِ  اَتۡقٰکُمۡ     --  sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu sekalian pada pandangan Allah ialah yang paling bertakwa di antara kamu” (Baihaqi).
      Sabda agung Nabi Besar Muhammad saw. ini menyimpulkan cita-cita paling luhur dan asas-asas paling kuat. Di tengah suatu masyarakat bangsa Arab yang terpecah-belah dalam kelas-kelas yang berbeda itulah  Nabi Besar Muhammad saw.   mengajarkan asas yang sangat demokratis, sehingga terciptalah  umat Islam sebagai khayra ummah (umat terbaik)  yang dijadikan untuk kemanfaatkan seluruh umat manusia (QS.2:144; QS.3:111).
     Namun  keadaan sebagai khayra ummah (umat terbaik)  tersebut hanya berlangsung selama 3 abad saja, karena secara bertahap dalam kurun waktu 1000 tahun (QS.32:6)  kemunduran  dalam berbagai bidang kehidupan umat Islam mulai menggerogoti umat Islam, sehingga di Akhir Zaman ini gelar sebagai  khayra ummah (umat terbaik) di berbagai wilayah  umat Islam  sudah tidak tersisa lagi, firman-Nya:
وَ قَالَ الرَّسُوۡلُ یٰرَبِّ اِنَّ قَوۡمِی اتَّخَذُوۡا ہٰذَا الۡقُرۡاٰنَ مَہۡجُوۡرًا ﴿﴾
Dan  Rasul itu berkata: “Ya Rabb-ku (Tuhan-ku), sesungguhnya kaumku te-lah menjadikan Al-Quran ini sesuatu yang telah ditinggalkan. (Al-Furqān [25]:31). 
  Ayat ini dengan sangat tepat sekali dapat dikenakan kepada mereka yang menamakan diri orang-orang Muslim tetapi telah menyampingkan Al-Quran dan telah melemparkannya ke belakang. Barangkali belum pernah terjadi selama 14 abad ini di mana Al-Quran demikian rupa diabaikan dan dilupakan oleh orang-orang Muslim seperti dewasa ini.
  Ada sebuah hadits Nabi Besar Muhammad saw.    yang mengatakan: “Satu saat akan datang kepada kaumku, bila tidak ada yang tinggal dari Islam melainkan namanya dan dari Al-Quran melainkan kata-katanya (Baihaqi, Syu’ab-ul-iman). Sungguh masa di Akhir Zaman  sekarang inilah saat yang dimaksudkan itu.

Pentingnya  Firqah-firqah Umat Islam dan Pasangan Suami-istri Melakukan Upaya     “Saling Mengenal

        Seandainya di tengah berkecamuknya   “perbedaan pendapat” di kalangan umat Islam – sehingga mereka menjadi berbagai firqah yang saling bertentangan   (QS.3:103-108; QS.6:160; QS.30:31-33) -- perintah  Allah Swt.: لِتَعَارَفُوۡا    -- “supaya kamu dapat saling mengenal” (QS.49:14)   dilaksanakan, Insya Allah,  perpecahan dan pertentangan di kalangan umat Islam tidak akan separah yang terjadi saat ini, akibat  semangat  “saling mengkafirkan” di kalangan mereka.
     Demikian juga dalam upaya membina rumah-tangga yang  sakinah, mawaddah dan rahmat (damai, cinta dan penuh kasih-sayang),  pasangan suami-istri pun harus berusaha melaksanakan   perintah  Allah Swt.: لِتَعَارَفُوۡا    -- “supaya kamu dapat saling mengenal” (QS.49:14) agar mereka menggenapi  firman-Nya berikut ini:
وَ مِنۡ اٰیٰتِہٖۤ  اَنۡ خَلَقَ لَکُمۡ مِّنۡ اَنۡفُسِکُمۡ اَزۡوَاجًا لِّتَسۡکُنُوۡۤا اِلَیۡہَا وَ جَعَلَ بَیۡنَکُمۡ  مَّوَدَّۃً  وَّ رَحۡمَۃً ؕ اِنَّ  فِیۡ ذٰلِکَ لَاٰیٰتٍ  لِّقَوۡمٍ  یَّتَفَکَّرُوۡنَ  ﴿﴾
Dan dari antara Tanda-tanda-Nya  ialah bahwa  Dia telah menciptakan bagi kamu jodoh-jodoh dari jenis kamu sendiri, supaya kamu memperoleh ketenteraman padanya, dan Dia telah menjadikan di antara kamu kecintaan dan kasih-sayang.  Sesungguhnya di dalam yang demikian itu ada Tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (Ar-Rum [30]:22). 
        Hal tersebut hanya mungkin jika pasangan suami-istri melakukan   لِتَعَارَفُوۡا    -- “supaya kamu dapat saling mengenal”, sehingga  pasangan suami-istri tersebut akan mengenapi  doa  dari  ‘ibādu- Rahmān (hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pemurah) dalam firman-Nya berikut ini:
وَ الَّذِیۡنَ یَقُوۡلُوۡنَ رَبَّنَا ہَبۡ لَنَا مِنۡ اَزۡوَاجِنَا وَ ذُرِّیّٰتِنَا قُرَّۃَ اَعۡیُنٍ وَّ اجۡعَلۡنَا لِلۡمُتَّقِیۡنَ اِمَامًا ﴿﴾
Dan orang-orang yang mengatakan: “Ya Rabb (Tuhan) kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami menjadi penyejuk mata kami, dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (Al-Furqān [25]:75).

Pengabulan Doa Menuntut Hasrat yang Tinggi

      Jadi, kembali kepada topik  masalah doa dan pengabulannya oleh Allah Swt.   – sebagaimana firman-Nya:
وَ اِذَا سَاَلَکَ عِبَادِیۡ عَنِّیۡ فَاِنِّیۡ قَرِیۡبٌ ؕ اُجِیۡبُ دَعۡوَۃَ الدَّاعِ  اِذَا دَعَانِ  ۙ فَلۡیَسۡتَجِیۡبُوۡا لِیۡ وَ لۡیُؤۡمِنُوۡا بِیۡ  لَعَلَّہُمۡ  یَرۡشُدُوۡنَ ﴿﴾
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepada engkau mengenai Aku فَاِنِّیۡ قَرِیۡبٌ  -- maka sesungguhnya Aku dekat. اُجِیۡبُ دَعۡوَۃَ الدَّاعِ  اِذَا دَعَانِ    --   Aku mengabulkan doa-doa orang yang berdoa apabila ia berdoa kepada-Ku, فَلۡیَسۡتَجِیۡبُوۡا لِیۡ وَ لۡیُؤۡمِنُوۡا بِیۡ  لَعَلَّہُمۡ  یَرۡشُدُوۡنَ -- karena itu hendaklah mereka menyambut seruan-Ku dan beriman kepada-Ku supaya mereka mendapat petunjuk. (Al-Baqarah [2]:187).
        Selanjutnya Masih Mau’ud a.s. menjelaskan mengenai  pentingnya  para pendoa memiliki hasrat yang  tinggi  dalam upaya meraih pengabulan doa yang dipanjatkan:
     Allah Yang Maha Agung telah mengajarkan metoda doa yang amat baik dalam Surah Al-Fatihah. Tidak ada metoda yang lebih baik lagi serta yang telah merangkum segala hal yang menggugah hati dengan hasrat untuk berdoa. Bagi pengabulan suatu doa   disyaratkan adanya hasrat untuk berdoa karena tanpa itu maka yang ada hanyalah kata-kata semata.
      Memang benar, kalau seseorang itu tidak bisa memilih bahwa tidak setiap saat doanya akan selalu dilambari hasrat yang tinggi. Karena itu pada saat apa yang akan didoakan itu dikemukakan perlu adanya hasrat dari si pemohon secara sadar. Setiap manusia waras tentunya menyadari bahwa kalbu manusia diilhami hasrat jika berkaitan dengan dua bentuk perasaan:    
      Pertama, si pemohon doa harus membayangkan Tuhan sebagai Wujud Maha Indah dan Maha Kuasa Yang memiliki semua fitrat yang sempurna,  serta menganggap rahmat dan karunia-Nya sebagai suatu hal pokok bagi awal sampai akhir eksistensi (keberadaan) dan keselamatan dirinya,  dimana Dia adalah Maha Sumber dari segala rahmat.
     Kedua, kesadaran menganggap dirinya sendiri dan umat manusia sebagai makhluk yang lemah, papa dan bergantung pada pertolongan Allah Swt..
     Kedua bentuk perasaan kesadaran tersebut akan mencetuskan hasrat untuk berdoa.  Dan  hasrat akan mengemuka ketika si pemohon menyadari dirinya amat lemah tanpa daya sama sekali dan amat bergantung pada pertolongan Ilahi serta meyakini sepenuhnya bahwa Allah itu Maha Kuasa dan Tuhan seluruh alam Yang Maha Pemurah, Maha Penyayang dan Penguasa Hari Penghisaban,  dimana pemenuhan kebutuhan manusia berada di Tangan-Nya.
     Surat Al-Fatihah dari awal telah menyatakan bahwa Tuhan adalah Wujud Yang patut disembah yang merangkum keseluruhan Sifat-sifat yang sempurna. Dia adalah Tuhan seluruh alam dan menjadi Sumber segala rahmat, Yang memberikan karunia kepada setiap orang apa yang merupakan natijah (hasil) dari upayanya.
   Dengan mengedepankan fitrat-fitrat-Nya ini, Allah Yang Maha Kuasa menyatakan bahwa semua kekuasaan serta kekuatan berada di Tangan-Nya,  dan bahwa semua rahmat berasal dari Wujud-Nya. Dia menyatakan keagungan Diri-Nya sebagai Wujud Pemenuh segala kebutuhan, baik di dunia ini mau pun di akhirat; bahwa Dia itulah Yang menjadi Kausa (Sebab) dari segala kausa dan sebagai Sumber segala rahmat.
   Dia juga mengindikasikan bahwa tanpa Wujud dan Rahmat-Nya maka kehidupan dan segala kesentausaan bagi makhluk bernyawa tidak akan ada. Untuk itu si pemohon diajarkan kerendahan hati melalui ayat:
اِیَّاکَ نَعۡبُدُ وَ اِیَّاکَ نَسۡتَعِیۡنُ ؕ
“Hanya Engkau yang kami sembah dan hanya kepada Engkau kami mohon pertolongan”  (Al-Fatihah [1]:5).
    Melalui ayat ini kita menyatakan bahwa kita ini tidak berdaya yang tidak mungkin mencapai apa pun kecuali dikaruniai kekuatan dan bantuan Tuhan.     Demikian itulah Tuhan telah mengemukakan dua hal yang akan menimbulkan hasrat dalam berdoa, yaitu di satu sisi, Keagungan dan Rahmat-Nya. dan di sisi lain ketiadaan daya dan kerendahan hati hamba-Nya.
       Kedua hal ini harus tetap diingat saat mengajukan permohonan doa. Mereka yang mempunyai pengalaman dalam berdoa, tahu betul bahwa tanpa kedua pencetus hasrat berdoa itu maka tidak akan ada yang namanya doa, dengan demikian nyala kasih Ilahi pun tidak akan marak karenanya.
       Jelas kiranya jika seseorang tidak menghayati keagungan dan rahmat serta kekuasaan yang Maha Sempurna dari Allah Swt., dengan sendirinya ia tidak akan berpaling kepada Tuhan. Adapun kalbu yang tidak mengakui ketiadaan daya dan kepapaannya, pasti tidak akan cenderung kepada Yang Maha Pemurah.
     Ini adalah mutiara hikmah yang tidak memerlukan falsafah yang mendalam guna memahaminya. Saat keagungan Ilahi dan ketiadaan daya serta kepapaan diri tercermin di dalam hati, hal itu sendiri sudah merupakan sarana guna mengajukan doa hakiki.
   Seorang yang beriman sejati tahu betul kalau konsep kedua hal tersebut  merupakan hal yang pokok dalam berdoa yaitu:
   Pertama, adalah Tuhan Yang memiliki kekuasaan untuk memajukan, mengembangkan, memberikan rahmat dan imbalan dimana fitrat Ilahi yang hakiki ini selalu beroperasi setiap saat; dan
     Kedua, bahwa manusia tidak akan mampu mencapai apa pun tanpa bantuan dan pertolongan Ilahi.
    Kedua konsep ini jika memang sudah tertanam di dalam kalbu maka pada waktu berdoa  hal ini akan menimbulkan suatu kondisi pada diri si pemohon sehingga yang takabur pun akan bersujud, dan mereka yang berhati keras tunduk takluk berurai air mata. Hal inilah yang menjadi mekanisme untuk memberikan kehidupan kepada orang yang telah mati ruhaninya.
   Melalui pemahaman kedua konsep ini maka setiap nurani akan tertarik kepada berdoa. Konsep ini menjadi sarana spiritual sehingga kalbu seseorang berpaling kepada Tuhan sambil menyadari kelemahan dirinya dan karena itu membutuhkan bantuan Ilahi.
   Melalui ini seseorang akan mencapai suatu tingkat memfanakan (melenyapkan)  diri dimana tidak tersisa lagi eksistensi (keberadaan) dirinya yang buram,  dan menyadari nur keagungan berkilau Sang Maha Akbar sebagai Wujud Yang Maha Pemurah, Penopang segala makhluk, Penawar segala penyakit dan Sumber segala rahmat.
     Pada akhirnya ia akan mencapai tingkatan sepenuhnya fana (tenggelam) di dalam Tuhan dimana ia tidak lagi memiliki kecenderungan apa pun terhadap makhluk lain atau pun dirinya sendiri. Ia tidak lagi mempunyai maksud atas namanya sendiri dan sepenuhnya tenggelam dalam kasih Ilahi.
    Melalui  manifestasi hakikat demikian maka eksistensi (keberadaan) dirinya dan eksistensi ciptaan lainnya tidak lagi berarti. Kondisi inilah yang disebut sebagai jalan yang lurus yang diperintahkan Tuhan agar manusia berdoa memohonnya:
اِہۡدِ نَا الصِّرَاطَ الۡمُسۡتَقِیۡمَ ۙ
 “Tuntunlah kami pada jalan yang lurus”  (Al-Fatihah [1]:6).
    Dengan kata lain: “Karuniakanlah kepada kami jalan untuk memfanakan diri, realitas Ketauhidan Ilahi dan kasih Tuhan sebagaimana dinyatakan dalam ayat-ayat sebelumnya dan bebaskanlah kami dari segala hal kecuali Engkau.”
    Dengan kata lain, Allah Yang Maha Kuasa telah mengaruniakan cukup sarana bagi manusia untuk terciptanya hasrat berdoa,  sehingga dengan cara itu si pemohon doa ditransportasi dari keadaan sadar diri kepada dimensi yang meluputkan (memurnikan)  diri.
     Perlu diperhatikan, bahwa Surat Al-Fatihah bukan satu-satunya sarana guna mencari bimbingan, tetapi berdasarkan penjelasan yang telah diungkapkan sebelumnya, Fatihah merupakan cara terbaik dalam mengajukan permohonan doa karena dilambari hasrat hati dimana fitrat manusia hanya tinggal mengikuti dorongan alamiah dirinya.
     Allah Swt. sudah menetapkan berbagai kaidah untuk bermacam hal dimana ketentuan dalam berdoa juga sudah ditetapkan sebagaimana diterangkan dalam Surah Al-Fatihah. Tidak mungkin akan muncul hasrat untuk berdoa kecuali faktor-faktor yang mengilhami kalbu dengan hasrat memang sudah ada di dalam fikiran. Karena itulah diberikan cara berdoa yang alamiah sebagaimana yang dikemukakan dalam Surah Al-Fatihah.
      Salah satu kemuliaan Surah ini ialah pengajaran doa bersamaan dengan faktor-faktor yang mengilhaminya.” (Brahin-i- Ahmadiyah, Safir Hind Press, Amritsar, 1882, sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain,  jld. I, hlm.  569-575, London, 1984).

Makna “Barangsiapa Mengenal Dirinya Ia telah  mengenal Tuhan-nya

      Ada ungkapan terkenal di dunia Sufi: “Man ‘arafa nafsahu qad ‘arafa Rabbahu” (Barangsiapa mengenal dirinya ia akan/telah  mengenal Tuhan-nya), yang disalahtafsirkan oleh orang-orang yang benar-benar  “merasa telah mengenal dirinya”, dan karena  “ia telah mengenal Tuhannya”  atau telah meraih  “Ma’rifat ullah”  -- bahkan  menganggap dirinya “telah bersatu dengan-Nya”  -- maka ia  beranggapan tidak perlu lagi melaksanakan syariat, padahal Nabi Besar Muhammad saw. sampai akhir hayat beliau saw. tetap mengamalkan Rukun Iman dan Rukun Islam.
      Penjelasan Masih Mau’ud a.s. sebelumnya   mengenai  Surah Al-Fatihah benar-benar merupakan  tafsir yang  tepat mengenai hakikat  ungkapan  “Man ‘arafa nafsahu qad ‘arafa Rabbahu” (Barangsiapa mengenal dirinya ia akan/telah  mengenal Tuhan-nya). Yakni  orang yang “mengenal kelemahan dirinya dirinya  pasti akan  mengenal kesempurnaan Sifat-sifat dan kekuasaan Allah Swt.” sehingga  ia akan tetap  mengamalkan petunjuk Allah Swt. dalam Surah Al-Fatihah  tersebut, firman-Nya:  
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ ﴿﴾  اَلۡحَمۡدُ لِلّٰہِ رَبِّ الۡعٰلَمِیۡنَ     ۙ﴿﴾ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ ﴿﴾  مٰلِکِ یَوۡمِ الدِّیۡنِ ؕؕ﴿﴾ اِیَّاکَ نَعۡبُدُ وَ اِیَّاکَ نَسۡتَعِیۡنُ  ﴿﴾  اِہۡدِ نَا الصِّرَاطَ الۡمُسۡتَقِیۡمَ ۙ ﴿﴾  صِرَاطَ الَّذِیۡنَ اَنۡعَمۡتَ عَلَیۡہِمۡ ۙ۬ غَیۡرِ الۡمَغۡضُوۡبِ عَلَیۡہِمۡ وَ لَا الضَّآلِّیۡنَ ٪﴿﴾                                          
Aku baca dengan  nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang.    Segala puji hanya bagi  AllahRabb (Tuhan) seluruh alam,    Maha Pemurah,  Maha Pe-nyayang,   Pemilik   Hari   Pembalasan.    Hanya Engkau-lah Yang kami sembah  dan  hanya kepada Engkau-lah kami mohon pertolongan.   Tunjukilah kami  ajalan yang lurus,  yaitu jalan  orang-orang yang telah Engkau beri nikmat atas me-reka, bukan jalan mereka  yang dimurkai dan bukan pula jalan mereka  yang sesat  (Al-Fatihah [1]:1-7).

Doa yang Dipanjatkan  Masih Mau’ud a.s. Dengan Penuh Kerendahan Hati[1]

     Wahai Yang Maha Pemurah, hamba Engkau yang amat lemah,  yang tidak berguna, penuh dengan dosa dan tanpa kelebihan apa pun, Ghulam Ahmad yang berdiam di India, memohon: Wahai Yang Maha Pemurah, ridhailah aku dan ampunilah segala kesalahan dan dosaku karena Engkau-lah sesungguhnya Yang Maha Pengampun dan Maha Penyayang.
       Jadikanlah aku melakukan apa yang akan menggembirakan bagi Engkau. Jauhkanlah egoku dari diriku sejauh jarak timur sampai ke barat, dan jadikanlah hidupku, matiku dan segala fitrat yang aku miliki menjadi milik Engkau. Biarkanlah aku hidup dalam kasih Engkau dan matikanlah aku dalam kasih Engkau dan bangkitkan aku di antara para pencinta Engkau yang hakiki.
     Wahai Yang Maha Pemurah, berkat Rahmat Engkau tuntaskanlah tugas yang telah Engkau bebankan atas diriku,  yang pelaksanaannya telah menumbuhkan kegairahan dalam kalbuku. Tegakkanlah secara teguh kebenaran Islam di mata para lawan Islam dan mereka yang tidak menyadari kebesaran Islam, melalui tangan hamba Engkau yang lemah ini.
      Peliharakanlah hamba Engkau yang lemah ini dan para sahabatku yang setia dalam naungan dan perlindungan Keampunan dan Rahmat Engkau. Jadilah Engkau sebagai Pemelihara mereka dalam keimanan dan keduniawian serta bawalah mereka ke hadirat Keridhaan Engkau,  dan sampaikanlah salam serta berkat yang mulia kepada Rasul Engkau, para sahabat dan para pengikut beliau. Amin.” (Al-Hakam, 6 & 13 Agustus 1898, Maktubati Imami Hummam, jld. I, hlm.  61).
Doa lainnya yang dipanjatkan Masih Mau’ud a.s.:
  “Ya Allah Yang Maha Perkasa, dengarlah doaku yang lemah ini, dan bukakanlah telinga dan hati bangsa ini. Perlihatkanlah kepada kami saatnya penyembahan berhala lenyap dari muka bumi dan tinggal hanya Engkau semata yang disembah di dunia.
     Semoga bumi ini dipenuhi hamba Engkau yang bertakwa yang beriman pada Ketauhidan Engkau laiknya samudra berisi air, dan semoga kebesaran dan kebenaran Rasul Engkau Muhammad Saw. tegak di hati umat manusia. Amin.
    Ya Allah Yang Maha Perkasa, perlihatkan kepadaku perubahan semua itu saat di dunia ini dan kabulkanlah doaku karena hanya Engkau semata Yang memiliki semua kekuatan dan kekuasaan. Amin, ya Allah Yang Maha Kuasa. Semua puji milik Allah semata, Tuhan seluruh  alam. (Haqiqatul Wahi, Qadian, Magazine Press, 1907; sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, jld. XXII, hlm. 340, London, 1984).
      Penulis  akhiri artikel dalam Blog ini  mengenai   doa dan pengabulannya oleh Allah Swt.  dengan firman-Nya: 
وَ اِذَا سَاَلَکَ عِبَادِیۡ عَنِّیۡ فَاِنِّیۡ قَرِیۡبٌ ؕ اُجِیۡبُ دَعۡوَۃَ الدَّاعِ  اِذَا دَعَانِ  ۙ فَلۡیَسۡتَجِیۡبُوۡا لِیۡ وَ لۡیُؤۡمِنُوۡا بِیۡ  لَعَلَّہُمۡ  یَرۡشُدُوۡنَ ﴿﴾
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepada engkau mengenai Aku فَاِنِّیۡ قَرِیۡبٌ  --  maka sesungguhnya Aku dekat. اُجِیۡبُ دَعۡوَۃَ الدَّاعِ  اِذَا دَعَانِ    --   Aku mengabulkan doa-doa orang yang berdoa apabila ia berdoa kepada-Ku, فَلۡیَسۡتَجِیۡبُوۡا لِیۡ وَ لۡیُؤۡمِنُوۡا بِیۡ  لَعَلَّہُمۡ  یَرۡشُدُوۡنَ -- karena itu hendaklah mereka menyambut seruan-Ku dan beriman kepada-Ku supaya mereka mendapat petunjuk. (Al-Baqarah [2]:187).

Wa ākhiru da’wanā:  ‘anilhamdulilLāhi Rabbil ‘ālamīn

(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
TAMMAT

Pajajaran Anyar, 24 Agustus    2016



[1] Doa ini dikirimkan oleh Hadhrat M asih Mau’ud a.s. dalam sebuah surat kepada Hadhrat Sufi  Ahmad Jan Sahib dari Ludhiana dengan pesan: “Anda harus berdoa di Kabah di hadirat Yang Maha Pemurah atas nama diriku dengan mengikuti kata-kata dalam surat ini tanpa ada yang diubah. Simpan surat ini bersama anda untuk membantu ingatan anda agar tidak ada yang terlupa.” Sejalan dengan itu Sufi Sahib pada saat ibadah haji tahun 1302 H . mengajukan doa ini di Ka’bah dengan suara lantang dimana para sahabat lainnya mengaminkan. (Penerbit)