Bismillaahirrahmaanirrahiim
HAKIKAT DOA
Bab
35 - TAMMAT
METODE BERDOA
YANG MAQBUL MENURUT
SURAH AL-FATIHAH & KESEDIHAN RASUL AKHIR ZAMAN DAN DOA MASIH MAU’UD A.S.
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam Bab 34 telah dijelaskan mengenai
doa “Hamba-hamba” Tuhan
Yang Maha Pemurah dalam hubungannya dengan makna ayat لِتَعَارَفُوۡا -- “supaya kamu dapat saling mengenal” dalam firman Allah Swt.:
یٰۤاَیُّہَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقۡنٰکُمۡ مِّنۡ ذَکَرٍ وَّ اُنۡثٰی وَ جَعَلۡنٰکُمۡ
شُعُوۡبًا وَّ قَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوۡا ؕ اِنَّ
اَکۡرَمَکُمۡ عِنۡدَ اللّٰہِ اَتۡقٰکُمۡ ؕ اِنَّ اللّٰہَ عَلِیۡمٌ خَبِیۡرٌ
﴿﴾
Hai manusia, sesungguhnya Kami
telah menciptakan kamu dari laki-laki
dan perempuan, dan Kami
telah menjadikan kamu bangsa-bangsa dan bersuku-suku لِتَعَارَفُوۡا -- supaya kamu dapat saling mengenal. اِنَّ
اَکۡرَمَکُمۡ عِنۡدَ اللّٰہِ اَتۡقٰکُمۡ -- Sesungguhnya yang
paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah yang paling bertakwa di antara kamu. اِنَّ اللّٰہَ عَلِیۡمٌ خَبِیۡرٌ -- Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui, Maha Waspada. (Al-Hujurāt [49]:14).
Hikmah dari diciptakan-Nya perbedaan bangsa-bangsa, bahasa
dan warna kulit dan sebagainya adalah
agar manusia satu sama lain mengambil manfaat
dari keutamaan
satu sama lainnya, yang berdasar keutamaan
itu pulalah Allah Swt. mengutus (membangkitkan) para rasul Allah secara bergiliran
d kalangan Bani Adam (umat manusa),
firman-Nya:
وَ
لِکُلِّ اُمَّۃٍ اَجَلٌ ۚ فَاِذَا جَآءَ
اَجَلُہُمۡ لَا یَسۡتَاۡخِرُوۡنَ
سَاعَۃً وَّ لَا یَسۡتَقۡدِمُوۡنَ ﴿﴾ یٰبَنِیۡۤ اٰدَمَ
اِمَّا یَاۡتِیَنَّکُمۡ رُسُلٌ مِّنۡکُمۡ یَقُصُّوۡنَ عَلَیۡکُمۡ اٰیٰتِیۡ
ۙ فَمَنِ اتَّقٰی وَ اَصۡلَحَ فَلَا خَوۡفٌ عَلَیۡہِمۡ وَ لَا ہُمۡ یَحۡزَنُوۡنَ
﴿﴾ وَ الَّذِیۡنَ کَذَّبُوۡا بِاٰیٰتِنَا وَ اسۡتَکۡبَرُوۡا
عَنۡہَاۤ اُولٰٓئِکَ اَصۡحٰبُ النَّارِ ۚ
ہُمۡ فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ ﴿﴾
Dan bagi tiap-tiap
umat ada batas waktu, maka apabila
telah datang batas waktunya, mereka tidak
dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak pula dapat memajukannya. یٰبَنِیۡۤ اٰدَمَ
اِمَّا یَاۡتِیَنَّکُمۡ رُسُلٌ مِّنۡکُمۡ یَقُصُّوۡنَ عَلَیۡکُمۡ اٰیٰتِیۡ -- Wahai Bani
Adam, jika datang kepada
kamu rasul-rasul dari
antara kamu yang menceritakan Ayat-ayat-Ku kepadamu, فَمَنِ اتَّقٰی وَ اَصۡلَحَ فَلَا
خَوۡفٌ عَلَیۡہِمۡ وَ لَا ہُمۡ یَحۡزَنُوۡنَ -- maka barangsiapa bertakwa dan memperbaiki
diri, tidak akan ada ketakutan menimpa mereka dan tidak pula mereka akan bersedih hati. وَ الَّذِیۡنَ کَذَّبُوۡا بِاٰیٰتِنَا
وَ اسۡتَکۡبَرُوۡا عَنۡہَاۤ اُولٰٓئِکَ
اَصۡحٰبُ النَّارِ ۚ ہُمۡ فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ
-- Dan orang-orang yang mendustakan
Ayat-ayat Kami dan dengan takabur
berpaling darinya, mereka itu penghuni Api, mereka kekal di dalamnya. (Al-A’rāf [7]:35-37).
Tidak Ada Bangsa “Pilihan”
Allah Swt. yang Abadi & Kesedihan
Rasul Akhir Zaman
Itulah sebabnya menurut Allah Swt. dan
Nabi Besar Muhammad saw. – berdasarkan
firman-Nya tersebut -- tidak ada satu bangsa pun di dunia ini yang menjadi satu-satunya bangsa
pilihan Allah Swt, sebagaimana pengakuan
kaum Yahudi dan Nashrani sebagai “putra-putra
Allah” dan para “kekasih-Nya” (QS.5:19).
Sehubungan dengan firman-Nya dalam surah
Al-Hujurat ayat 14 tersebut, pada
peristiwa HaJj terakhir di Mekkah,
tidak lama sebelum Nabi Besar Muhammad saw. wafat,
beliau saw. berkhutbah di hadapan sejumlah besar orang-orang Muslim dengan mengatakan,
“Wahai sekalian manusia! Tuhan-mu
itu Esa dan bapakmu satu jua. Seorang orang
Arab tidak mempunyai kelebihan
atas orang-orang non Arab. Seorang kulit putih sekali-kali tidak mempunyai
kelebihan atas orang-orang berkulit merah, begitu pula sebaliknya, seorang kulit merah tidak mempunyai
kelebihan apa pun di atas orang berkulit
putih melainkan kelebihannya
ialah sampai sejauh mana ia melaksanakan
kewajibannya terhadap Allah dan manusia.
اِنَّ
اَکۡرَمَکُمۡ عِنۡدَ اللّٰہِ اَتۡقٰکُمۡ --
sesungguhnya orang yang paling
mulia di antara kamu sekalian pada pandangan
Allah ialah yang paling bertakwa di
antara kamu” (Baihaqi).
Sabda agung Nabi Besar Muhammad saw. ini
menyimpulkan cita-cita paling luhur dan
asas-asas paling kuat. Di tengah
suatu masyarakat bangsa Arab yang terpecah-belah dalam kelas-kelas yang
berbeda itulah Nabi Besar Muhammad saw. mengajarkan asas yang sangat demokratis,
sehingga terciptalah umat Islam sebagai khayra ummah (umat terbaik) yang dijadikan untuk kemanfaatkan seluruh umat manusia (QS.2:144; QS.3:111).
Namun
keadaan sebagai khayra ummah (umat
terbaik) tersebut hanya berlangsung selama 3 abad saja,
karena secara bertahap dalam kurun waktu 1000 tahun (QS.32:6) kemunduran
dalam berbagai bidang kehidupan umat Islam mulai menggerogoti umat
Islam, sehingga di Akhir Zaman ini
gelar sebagai khayra ummah (umat terbaik) di berbagai wilayah umat
Islam sudah tidak tersisa lagi, firman-Nya:
وَ قَالَ الرَّسُوۡلُ یٰرَبِّ اِنَّ قَوۡمِی اتَّخَذُوۡا ہٰذَا الۡقُرۡاٰنَ
مَہۡجُوۡرًا ﴿﴾
Dan Rasul
itu berkata: “Ya Rabb-ku (Tuhan-ku),
sesungguhnya kaumku te-lah menjadikan
Al-Quran ini sesuatu yang telah
ditinggalkan. (Al-Furqān [25]:31).
Ayat
ini dengan sangat tepat sekali dapat dikenakan kepada mereka yang menamakan
diri orang-orang Muslim tetapi telah
menyampingkan Al-Quran dan telah
melemparkannya ke belakang. Barangkali belum pernah terjadi selama 14 abad ini
di mana Al-Quran demikian rupa diabaikan dan dilupakan oleh orang-orang Muslim seperti dewasa ini.
Ada
sebuah hadits Nabi Besar Muhammad saw. yang mengatakan: “Satu saat akan datang kepada kaumku, bila tidak ada yang tinggal dari
Islam melainkan namanya dan dari Al-Quran melainkan kata-katanya” (Baihaqi, Syu’ab-ul-iman). Sungguh
masa di Akhir Zaman sekarang inilah saat yang dimaksudkan itu.
Pentingnya Firqah-firqah Umat Islam dan Pasangan Suami-istri Melakukan Upaya “Saling Mengenal”
Seandainya
di tengah berkecamuknya “perbedaan pendapat” di kalangan umat Islam – sehingga mereka menjadi
berbagai firqah yang saling bertentangan (QS.3:103-108; QS.6:160; QS.30:31-33) --
perintah Allah Swt.: لِتَعَارَفُوۡا -- “supaya kamu dapat saling mengenal”
(QS.49:14) dilaksanakan, Insya Allah, perpecahan dan pertentangan di kalangan umat
Islam tidak akan separah yang
terjadi saat ini, akibat semangat “saling
mengkafirkan” di kalangan mereka.
Demikian juga dalam upaya membina rumah-tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmat
(damai, cinta dan penuh kasih-sayang), pasangan suami-istri pun harus berusaha melaksanakan perintah
Allah Swt.: لِتَعَارَفُوۡا -- “supaya
kamu dapat saling mengenal” (QS.49:14) agar mereka menggenapi firman-Nya
berikut ini:
وَ
مِنۡ اٰیٰتِہٖۤ اَنۡ خَلَقَ لَکُمۡ مِّنۡ
اَنۡفُسِکُمۡ اَزۡوَاجًا لِّتَسۡکُنُوۡۤا اِلَیۡہَا وَ جَعَلَ بَیۡنَکُمۡ مَّوَدَّۃً
وَّ رَحۡمَۃً ؕ اِنَّ فِیۡ ذٰلِکَ
لَاٰیٰتٍ لِّقَوۡمٍ یَّتَفَکَّرُوۡنَ ﴿﴾
Dan
dari antara Tanda-tanda-Nya ialah bahwa Dia
telah menciptakan bagi kamu jodoh-jodoh dari jenis kamu sendiri, supaya kamu
memperoleh ketenteraman padanya, dan Dia
telah menjadikan di antara kamu kecintaan dan kasih-sayang. Sesungguhnya di dalam yang demikian itu ada Tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.
(Ar-Rum [30]:22).
Hal tersebut hanya mungkin jika
pasangan suami-istri melakukan لِتَعَارَفُوۡا -- “supaya kamu dapat saling mengenal”,
sehingga pasangan suami-istri tersebut akan mengenapi doa dari ‘ibādu- Rahmān (hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pemurah) dalam
firman-Nya berikut ini:
وَ الَّذِیۡنَ
یَقُوۡلُوۡنَ رَبَّنَا ہَبۡ لَنَا مِنۡ اَزۡوَاجِنَا وَ ذُرِّیّٰتِنَا قُرَّۃَ
اَعۡیُنٍ وَّ اجۡعَلۡنَا لِلۡمُتَّقِیۡنَ اِمَامًا ﴿﴾
Dan
orang-orang yang mengatakan: “Ya Rabb
(Tuhan) kami, anugerahkanlah kepada kami
istri-istri kami dan keturunan kami menjadi penyejuk mata kami, dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang
bertakwa.” (Al-Furqān [25]:75).
Pengabulan Doa Menuntut Hasrat
yang Tinggi
Jadi, kembali kepada topik masalah doa
dan pengabulannya oleh Allah
Swt. – sebagaimana firman-Nya:
وَ اِذَا سَاَلَکَ
عِبَادِیۡ عَنِّیۡ فَاِنِّیۡ قَرِیۡبٌ ؕ اُجِیۡبُ دَعۡوَۃَ
الدَّاعِ اِذَا دَعَانِ ۙ فَلۡیَسۡتَجِیۡبُوۡا لِیۡ وَ لۡیُؤۡمِنُوۡا بِیۡ لَعَلَّہُمۡ
یَرۡشُدُوۡنَ ﴿﴾
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepada engkau
mengenai Aku فَاِنِّیۡ قَرِیۡبٌ -- maka sesungguhnya Aku dekat.
اُجِیۡبُ دَعۡوَۃَ الدَّاعِ اِذَا دَعَانِ -- Aku mengabulkan doa-doa orang yang berdoa apabila ia berdoa kepada-Ku, فَلۡیَسۡتَجِیۡبُوۡا لِیۡ وَ لۡیُؤۡمِنُوۡا بِیۡ لَعَلَّہُمۡ یَرۡشُدُوۡنَ -- karena itu hendaklah mereka menyambut seruan-Ku dan beriman kepada-Ku supaya mereka mendapat petunjuk. (Al-Baqarah [2]:187).
Selanjutnya Masih Mau’ud a.s. menjelaskan mengenai pentingnya
para pendoa memiliki hasrat yang tinggi
dalam upaya meraih pengabulan doa
yang dipanjatkan:
“Allah
Yang Maha Agung
telah mengajarkan metoda doa yang amat
baik dalam Surah Al-Fatihah.
Tidak ada metoda yang lebih baik lagi serta yang telah merangkum segala hal yang
menggugah hati dengan hasrat
untuk berdoa. Bagi pengabulan suatu doa disyaratkan adanya hasrat
untuk berdoa karena tanpa
itu maka yang ada hanyalah kata-kata
semata.
Memang benar, kalau seseorang itu
tidak bisa memilih bahwa tidak setiap saat doanya
akan selalu dilambari hasrat yang
tinggi. Karena itu pada saat apa yang akan didoakan itu dikemukakan perlu adanya
hasrat
dari si pemohon secara sadar. Setiap
manusia waras tentunya menyadari bahwa kalbu
manusia diilhami hasrat
jika berkaitan dengan dua bentuk
perasaan:
Pertama, si pemohon doa harus
membayangkan Tuhan sebagai Wujud Maha Indah dan Maha Kuasa Yang memiliki
semua fitrat yang sempurna, serta menganggap
rahmat dan karunia-Nya sebagai suatu hal
pokok bagi awal sampai akhir eksistensi
(keberadaan) dan keselamatan dirinya, dimana Dia
adalah Maha Sumber dari segala
rahmat.
Kedua, kesadaran menganggap dirinya sendiri dan umat manusia sebagai makhluk
yang lemah, papa dan bergantung pada pertolongan Allah Swt..
Kedua
bentuk perasaan kesadaran tersebut akan mencetuskan
hasrat
untuk berdoa. Dan hasrat
akan mengemuka ketika si pemohon menyadari
dirinya amat lemah tanpa daya
sama sekali dan amat bergantung pada
pertolongan Ilahi serta meyakini
sepenuhnya
bahwa Allah itu Maha Kuasa dan Tuhan
seluruh alam Yang Maha Pemurah, Maha
Penyayang dan Penguasa Hari
Penghisaban, dimana pemenuhan kebutuhan manusia berada di Tangan-Nya.
Surat
Al-Fatihah dari awal telah
menyatakan bahwa Tuhan adalah Wujud Yang patut disembah yang merangkum keseluruhan Sifat-sifat yang sempurna. Dia
adalah Tuhan seluruh alam dan menjadi Sumber
segala rahmat, Yang memberikan karunia kepada setiap
orang apa yang merupakan natijah (hasil) dari upayanya.
Dengan mengedepankan
fitrat-fitrat-Nya
ini, Allah Yang Maha Kuasa menyatakan bahwa semua kekuasaan serta kekuatan berada di Tangan-Nya, dan
bahwa semua rahmat berasal dari Wujud-Nya. Dia menyatakan keagungan
Diri-Nya sebagai
Wujud Pemenuh segala kebutuhan, baik di dunia ini mau pun di akhirat; bahwa Dia itulah Yang menjadi
Kausa (Sebab) dari segala
kausa
dan sebagai Sumber segala rahmat.
Dia juga mengindikasikan
bahwa tanpa Wujud dan Rahmat-Nya
maka kehidupan dan segala kesentausaan bagi
makhluk bernyawa
tidak akan ada. Untuk itu si pemohon diajarkan kerendahan hati melalui ayat:
اِیَّاکَ نَعۡبُدُ وَ اِیَّاکَ
نَسۡتَعِیۡنُ ؕ
“Hanya
Engkau yang kami sembah dan hanya kepada Engkau kami mohon pertolongan” (Al-Fatihah
[1]:5).
Melalui
ayat ini kita menyatakan bahwa kita ini tidak berdaya yang tidak mungkin mencapai apa pun kecuali dikaruniai kekuatan dan bantuan
Tuhan. Demikian itulah Tuhan telah mengemukakan dua hal yang akan
menimbulkan hasrat dalam berdoa,
yaitu di satu sisi, Keagungan dan Rahmat-Nya. dan di sisi lain ketiadaan daya dan kerendahan hati hamba-Nya.
Kedua hal ini harus tetap diingat saat mengajukan permohonan doa. Mereka yang mempunyai pengalaman dalam berdoa, tahu betul bahwa tanpa kedua pencetus hasrat berdoa itu maka tidak
akan ada yang namanya doa, dengan demikian nyala kasih Ilahi pun tidak akan marak karenanya.
Jelas kiranya jika
seseorang tidak menghayati keagungan dan rahmat serta kekuasaan
yang Maha Sempurna
dari Allah Swt., dengan sendirinya ia tidak akan berpaling kepada Tuhan. Adapun kalbu yang tidak
mengakui ketiadaan daya dan
kepapaannya, pasti tidak
akan cenderung
kepada Yang Maha Pemurah.
Ini
adalah mutiara hikmah yang tidak memerlukan falsafah yang mendalam guna memahaminya. Saat
keagungan Ilahi dan ketiadaan
daya
serta kepapaan diri tercermin di dalam hati,
hal itu sendiri sudah merupakan sarana guna mengajukan
doa hakiki.
Seorang yang beriman sejati tahu betul kalau konsep kedua hal tersebut merupakan hal yang pokok dalam berdoa
yaitu:
Pertama, adalah Tuhan Yang memiliki kekuasaan untuk memajukan, mengembangkan, memberikan rahmat
dan imbalan dimana fitrat Ilahi yang hakiki ini selalu beroperasi setiap saat; dan
Kedua,
bahwa manusia tidak akan mampu mencapai
apa pun tanpa bantuan
dan pertolongan Ilahi.
Kedua konsep
ini jika memang sudah tertanam di dalam kalbu maka pada waktu berdoa hal ini
akan menimbulkan suatu kondisi pada diri si
pemohon
sehingga yang takabur pun akan bersujud, dan mereka yang berhati
keras
tunduk takluk berurai air mata. Hal inilah yang menjadi
mekanisme
untuk memberikan kehidupan kepada orang
yang telah mati ruhaninya.
Melalui pemahaman kedua konsep ini maka setiap
nurani akan tertarik kepada berdoa. Konsep ini menjadi sarana
spiritual
sehingga kalbu seseorang berpaling kepada Tuhan sambil menyadari
kelemahan dirinya
dan karena itu membutuhkan bantuan Ilahi.
Melalui ini seseorang akan mencapai suatu tingkat
memfanakan (melenyapkan) diri dimana tidak tersisa lagi eksistensi (keberadaan) dirinya yang buram,
dan menyadari nur keagungan
berkilau Sang Maha Akbar
sebagai Wujud Yang Maha Pemurah, Penopang
segala makhluk, Penawar segala
penyakit dan Sumber segala rahmat.
Pada
akhirnya ia akan mencapai tingkatan sepenuhnya fana (tenggelam) di dalam Tuhan
dimana ia tidak lagi memiliki kecenderungan apa pun terhadap makhluk
lain atau pun dirinya sendiri. Ia tidak lagi mempunyai
maksud
atas namanya sendiri dan sepenuhnya tenggelam dalam kasih
Ilahi.
Melalui manifestasi hakikat demikian maka eksistensi (keberadaan)
dirinya
dan eksistensi ciptaan lainnya tidak lagi berarti.
Kondisi inilah yang disebut sebagai jalan
yang lurus
yang diperintahkan Tuhan agar manusia berdoa memohonnya:
اِہۡدِ نَا الصِّرَاطَ
الۡمُسۡتَقِیۡمَ ۙ
“Tuntunlah kami pada jalan yang lurus” (Al-Fatihah
[1]:6).
Dengan
kata lain: “Karuniakanlah kepada kami jalan untuk memfanakan diri, realitas Ketauhidan Ilahi dan kasih
Tuhan sebagaimana dinyatakan dalam ayat-ayat sebelumnya dan bebaskanlah kami dari segala hal
kecuali Engkau.”
Dengan kata lain, Allah Yang Maha Kuasa telah mengaruniakan cukup sarana bagi manusia untuk terciptanya hasrat berdoa,
sehingga dengan cara itu si pemohon
doa ditransportasi dari
keadaan sadar diri kepada dimensi yang meluputkan
(memurnikan) diri.
Perlu diperhatikan, bahwa Surat Al-Fatihah bukan satu-satunya sarana guna mencari bimbingan, tetapi berdasarkan
penjelasan yang telah diungkapkan sebelumnya, Fatihah merupakan cara
terbaik
dalam mengajukan permohonan doa karena dilambari
hasrat hati
dimana fitrat manusia hanya tinggal
mengikuti dorongan alamiah dirinya.
Allah Swt. sudah menetapkan berbagai kaidah untuk bermacam hal dimana ketentuan
dalam berdoa
juga sudah ditetapkan sebagaimana diterangkan dalam Surah Al-Fatihah. Tidak mungkin akan muncul hasrat
untuk berdoa
kecuali faktor-faktor
yang mengilhami kalbu
dengan hasrat memang sudah ada di dalam
fikiran. Karena itulah diberikan cara
berdoa yang alamiah
sebagaimana yang dikemukakan dalam Surah
Al-Fatihah.
Salah
satu kemuliaan Surah ini ialah pengajaran
doa bersamaan dengan faktor-faktor yang mengilhaminya.” (Brahin-i-
Ahmadiyah, Safir Hind Press,
Amritsar, 1882, sekarang dicetak dalam Ruhani
Khazain, jld. I, hlm. 569-575, London, 1984).
Makna “Barangsiapa Mengenal Dirinya Ia telah
mengenal Tuhan-nya”
Ada
ungkapan terkenal di dunia Sufi: “Man
‘arafa nafsahu qad ‘arafa Rabbahu” (Barangsiapa mengenal dirinya ia akan/telah mengenal Tuhan-nya), yang disalahtafsirkan oleh orang-orang yang
benar-benar “merasa telah mengenal
dirinya”, dan karena “ia telah mengenal
Tuhannya” atau telah meraih “Ma’rifat
ullah” -- bahkan menganggap dirinya “telah bersatu
dengan-Nya” -- maka ia beranggapan tidak perlu lagi melaksanakan syariat, padahal Nabi Besar
Muhammad saw. sampai akhir hayat beliau saw. tetap mengamalkan Rukun Iman dan Rukun Islam.
Penjelasan Masih
Mau’ud a.s. sebelumnya
mengenai Surah Al-Fatihah benar-benar merupakan tafsir
yang tepat mengenai hakikat ungkapan “Man
‘arafa nafsahu qad ‘arafa Rabbahu” (Barangsiapa mengenal dirinya ia akan/telah mengenal Tuhan-nya). Yakni orang yang “mengenal kelemahan dirinya dirinya
pasti akan mengenal kesempurnaan Sifat-sifat dan kekuasaan Allah Swt.” sehingga ia akan tetap
mengamalkan petunjuk Allah
Swt. dalam Surah Al-Fatihah tersebut, firman-Nya:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ ﴿﴾ اَلۡحَمۡدُ لِلّٰہِ رَبِّ الۡعٰلَمِیۡنَ ۙ﴿﴾ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ ﴿﴾ مٰلِکِ یَوۡمِ الدِّیۡنِ ؕؕ﴿﴾ اِیَّاکَ
نَعۡبُدُ وَ اِیَّاکَ نَسۡتَعِیۡنُ ﴿﴾ اِہۡدِ نَا الصِّرَاطَ الۡمُسۡتَقِیۡمَ ۙ ﴿﴾
صِرَاطَ الَّذِیۡنَ اَنۡعَمۡتَ
عَلَیۡہِمۡ ۙ۬ غَیۡرِ
الۡمَغۡضُوۡبِ عَلَیۡہِمۡ وَ لَا الضَّآلِّیۡنَ ٪﴿﴾
Aku baca dengan nama Allah,
Maha Pemurah, Maha Penyayang. Segala puji hanya bagi Allah, Rabb
(Tuhan) seluruh alam, Maha Pemurah, Maha Pe-nyayang, Pemilik Hari
Pembalasan. Hanya Engkau-lah Yang kami sembah dan hanya
kepada Engkau-lah kami mohon pertolongan. Tunjukilah kami ajalan yang lurus,
yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau beri
nikmat atas me-reka, bukan
jalan mereka yang dimurkai dan bukan pula jalan mereka yang sesat (Al-Fatihah
[1]:1-7).
Doa yang Dipanjatkan Masih
Mau’ud a.s. Dengan Penuh Kerendahan
Hati[1]
“Wahai
Yang Maha Pemurah, hamba Engkau yang amat
lemah, yang tidak berguna, penuh dengan dosa
dan tanpa kelebihan apa pun, Ghulam Ahmad yang berdiam di India, memohon: Wahai Yang Maha Pemurah, ridhailah aku
dan ampunilah segala kesalahan dan dosaku
karena Engkau-lah sesungguhnya Yang
Maha Pengampun
dan Maha Penyayang.
Jadikanlah
aku melakukan apa yang akan menggembirakan bagi Engkau. Jauhkanlah egoku dari diriku sejauh jarak timur sampai ke barat, dan jadikanlah hidupku,
matiku dan segala fitrat yang aku miliki menjadi milik Engkau. Biarkanlah aku hidup dalam kasih
Engkau
dan matikanlah aku dalam kasih Engkau dan bangkitkan
aku di antara para pencinta Engkau yang hakiki.
Wahai Yang Maha Pemurah, berkat Rahmat
Engkau
tuntaskanlah tugas yang telah Engkau
bebankan atas diriku, yang pelaksanaannya telah menumbuhkan kegairahan dalam kalbuku. Tegakkanlah secara teguh kebenaran Islam di mata para lawan
Islam dan mereka yang tidak
menyadari kebesaran Islam, melalui tangan
hamba Engkau
yang lemah ini.
Peliharakanlah
hamba Engkau yang lemah ini dan para sahabatku yang setia dalam naungan dan perlindungan
Keampunan dan Rahmat Engkau. Jadilah Engkau
sebagai Pemelihara mereka dalam keimanan dan keduniawian serta bawalah
mereka ke hadirat Keridhaan Engkau, dan sampaikanlah salam serta berkat yang mulia
kepada Rasul Engkau, para sahabat dan para pengikut
beliau. Amin.” (Al-Hakam, 6 & 13 Agustus 1898, Maktubati Imami Hummam, jld. I, hlm. 61).
Doa
lainnya yang dipanjatkan Masih Mau’ud a.s.:
“Ya Allah
Yang Maha Perkasa, dengarlah doaku
yang lemah ini, dan bukakanlah telinga
dan hati bangsa ini. Perlihatkanlah kepada kami saatnya penyembahan berhala lenyap dari muka bumi dan tinggal hanya Engkau semata yang disembah di dunia.
Semoga bumi
ini dipenuhi hamba Engkau yang bertakwa
yang beriman pada Ketauhidan Engkau laiknya samudra berisi air, dan semoga kebesaran dan kebenaran Rasul Engkau Muhammad Saw. tegak di hati umat manusia. Amin.
Ya Allah
Yang Maha Perkasa, perlihatkan
kepadaku perubahan semua itu saat di
dunia ini dan kabulkanlah doaku
karena hanya Engkau semata Yang
memiliki semua kekuatan
dan kekuasaan. Amin, ya Allah Yang Maha Kuasa. Semua
puji milik Allah semata, Tuhan
seluruh alam.” (Haqiqatul
Wahi, Qadian, Magazine Press, 1907; sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, jld. XXII, hlm.
340, London, 1984).
Penulis akhiri artikel dalam Blog ini mengenai
doa dan pengabulannya oleh Allah Swt.
dengan firman-Nya:
وَ اِذَا سَاَلَکَ
عِبَادِیۡ عَنِّیۡ فَاِنِّیۡ قَرِیۡبٌ ؕ اُجِیۡبُ دَعۡوَۃَ
الدَّاعِ اِذَا دَعَانِ ۙ فَلۡیَسۡتَجِیۡبُوۡا لِیۡ وَ لۡیُؤۡمِنُوۡا بِیۡ لَعَلَّہُمۡ
یَرۡشُدُوۡنَ ﴿﴾
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepada engkau
mengenai Aku فَاِنِّیۡ قَرِیۡبٌ -- maka sesungguhnya Aku dekat.
اُجِیۡبُ دَعۡوَۃَ الدَّاعِ اِذَا دَعَانِ -- Aku mengabulkan doa-doa orang yang berdoa apabila ia berdoa kepada-Ku, فَلۡیَسۡتَجِیۡبُوۡا لِیۡ وَ لۡیُؤۡمِنُوۡا بِیۡ لَعَلَّہُمۡ یَرۡشُدُوۡنَ -- karena itu hendaklah mereka menyambut seruan-Ku dan beriman kepada-Ku supaya mereka mendapat petunjuk. (Al-Baqarah [2]:187).
Wa ākhiru da’wanā:
‘anilhamdulilLāhi
Rabbil ‘ālamīn
(Bersambung)
Rujukan: The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
TAMMAT
Pajajaran
Anyar, 24 Agustus 2016
[1]
Doa
ini dikirimkan oleh Hadhrat M asih Mau’ud a.s. dalam sebuah surat kepada
Hadhrat Sufi Ahmad Jan Sahib dari
Ludhiana dengan pesan: “Anda harus berdoa di Kabah di hadirat Yang Maha Pemurah
atas nama diriku dengan mengikuti kata-kata dalam surat ini tanpa ada yang
diubah. Simpan surat ini bersama anda untuk membantu ingatan anda agar tidak
ada yang terlupa.” Sejalan dengan itu Sufi Sahib pada saat ibadah haji tahun
1302 H . mengajukan doa ini di Ka’bah dengan suara lantang dimana para sahabat
lainnya mengaminkan.
(Penerbit)